Senin, 19 Juli 2010

PERSYARATAN PERMOHONAN PENGGANTIAN NAZHIR PERSEORANGAN / ORGANISASI / BADAN HUKUM


                   A. SYARAT NAZHIR PERSEORANGAN
                       1. Surat Pengantar permohonan penggantian Nazhir dari KUA tempat harta benda wakaf berada yang
                           ditujukan kepada BWI.
                       2. Surat permohonan kepada KUA setempat untuk meneruskan penggantian Nazhir kepada BWI.
                       3. Keputusan rapat tentang penggantian Nazhir, dengan lampiran daftar peserta rapat dan struktur Nazhir.
                           ► Alasan penggantian Nazhir
                                a. Jika  alasan  penggantian  Nazhir  meninggal  dunia, maka   perlu  disertakan  surat  keterangan
                                    meninggal dunia / kematian dari instansi yang berwenang.
                                b. Jika alasan penggantian Nazhir karena Nazhir berhalangan tetap, maka  harus  disertakan  surat
                                    keterangan dari pihak yang bersangkutan dan dibuat diatas materai.
                                c. Jika  alasan  penggantian  Nazhir  karena  Nazhir  mengundurkan  diri, maka   harus  ada   surat
                                    pengunduran diri dari pihak yang bersangkutan dan dibuat diatas materai.
                               d. Jika  alasan   penggantian   Nazhir   karena  Nazhir  organisasi  atau  badan  hukum  bubar  atau
                 dibubarkan, maka harus  disertakan  surat  keterangan  dari  pengurus dalam hal organisasi atau
                 badan huklum bubar dan atau surat  dari  instansi  yang berwenang  dalam  hal  organisasi  atau
                 badan hukum dibubarkan.
             e. Jika  alasan  penggantian  Nazhir karena Nazhir dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang
                 telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harus disertakan salinan putusan pengadilan.
             f. Jika   alasan  penggantian  Nazhir  karena  Nazhir   tidak  melaksanakan  tugasnya , maka  harus
                disertakan surat pernyataan keberatan dari Wakif / Ahli Warisnya.
                 4. Foto Copy KTP Calon Nazhir
                 5. Daftar Riwayat Hidup Calon Nazhir
                 6. Foto Copy Akta Ikrar Wakaf (AIW) Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APAIW)
                 7. Foto Copy Surat Pengesahan Nazhir
                 8. Foto Copy Sertifikat Wakaf (Jika Sudah Bersertifikat)
                 9. Program Kerja dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf.

                    B. SYARAT NAZHIR ORGANISASI ATAU BADAN HUKUM
                  1. Foto Copy salinan Akta Notaris tentang pendiria  Organisasi / Badan Hukum
                  2. Daftar Susuna Pengurus
                  3. Surat  Penunjukan Nazhir dari Organisasi / Badan Hukum atas wakaf yang dikelola
                  4. Foto Copy Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD/ART)
                  5. Daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain organisasi / badan hukum
                      yang dikelola oleh Nazhir yang diusulkan.
                  6. Surat pernyataan bersedia untuk di audit.
 

































































Rabu, 21 April 2010

ITUNG ZAKAT KITA YUK !!


ZAKAT HARTA YANG TELAH TERSIMPAN SATU TAHUN
  a. Uang Tunai, Tabungan, Deposito atau sejenisnya
Rp
 
  b. Saham atau surat-surat berharga lainnya
Rp
 
  c. Real Estate (tidak termasuk rumah tinggal yang dipakai sekarang)
Rp
 
  d. Emas, Perak, Permata atau sejenisnya
Rp
 
  e. Mobil (lebih dari keperluan pekerjaan anggota keluarga)
Rp
 
  f. Jumlah Harta Simpanan (A+B+C+D+E)
Rp
 
  g. Hutang Pribadi yg jatuh tempo dalam tahun ini
Rp
 
  h. Harta simpanan kena zakat(F-G, jika &gt nisab)
Rp
 
  I. JUMLAH ZAKAT ATAS SIMPANAN YANG WAJIB DIBAYARKAN PER TAHUN (2,5% x H)
Rp
 
 
ZAKAT PROFESI
  j. Pendapatan / Gaji per Bulan (setelah dipotong pajak)
Rp
 
  k. Bonus/pendapatan lain-lain selama setahun
Rp
 
  l. Jumlah Pendapatan per Tahun
Rp
 
  m. Rata-rata pengeluaran rutin per bulan (kebutuhan fisik, air, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi, dll)
Rp
 
  n. Pengeluaran lainnya dalam satu tahun (pendidikan, kesehatan, dll)
Rp
 
  o. Jumlah Pengeluaran per Tahun (12 x m + n)
Rp
 
  p. Penghasilan kena zakat (L - O , jika &gt nisab)
Rp
 
  Q. JUMLAH ZAKAT PROFESI YANG WAJIB DIBAYARKAN PER TAHUN (2,5% X P)
Rp
 
 
ZAKAT HARTA USAHA (PERDAGANGAN / BISNIS LAINNYA)
  r. Nilai Kekayaan Perusahaan (termasuk uang tunai, simpanan di bank, real estate, alat produksi, inventori, barang jadi, dll)
Rp
 
  s. Utang perusahaan jatuh tempo
Rp
 
  t. Komposisi Kepemilikan (dalam persen)
%
 
  u. Jumlah Bersih Harta Usaha (t% x [r-s])
Rp
 
  v. Harta usaha kena zakat (u, jika &gt nisab)
Rp
 
  W. JUMLAH ZAKAT ATAS HARTA USAHA YANG WAJIB DIBAYARKAN PER TAHUN (2,5% X v)
Rp
 
 

TOTAL ZAKAT YANG HARUS DIBAYARKAN (I+Q+V)
Rp
 
PERHITUNGAN NISAB
  z. Harga Emas Murni Saat ini per Gram
Rp
 
  Besarnya Nisab (z x 85 gram emas)
Rp
 

Minggu, 07 Maret 2010

N1K4H

Pernikahan

Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundangan yang berlaku. Pernikahan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, kelak dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam kehidupan keluarga. Sedangkan hidup bersama sebagai suami-istri di luar pernikahan adalah perzinaan. Dan perzinaan adalah perbuatan terkutuk dan termasuk dosa besar.

Dasar dan Tujuan

Dasar dan Tujuan pernikahan menurut ajaran Islam adalah:
  1. Melaksanakan Sunnatullah sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti baik. termasuk hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan." (Q.S. An-Nuur : 32)
  2. Melaksanakan Sunnah Rasul sebagaimana tersebut dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, "Pernikahan adalah sunnahku, barangsiapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia termasuk umatku". (H.R. Bukhari dan Muslim)
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan tercantum dalam pasal 1 dan pasal 2:
  1. Dalam pasal 1 dijelaskan sebagai berikut: "Perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
  2. Selanjutnya dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa:
    • Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.
    • Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Persyaratan Administrasi Pernikahan

Calon pengantin harus melengkapi administrasi sebagai berikut:
Persyaratan Umum
  1. Photocopy KTP masing- masing calon suami & istri
  2. Photocopy KK masing- masing calon suami & istri
  3. Pas Photo 2x3 berwarna masing-masing 3 lembar
  4. N1, N2 dan N4 dari Kelurahan (sebelumnya minta surat pengantar dari Rt dan Rw setempat)
  5. Surat izin orang tua (N5)
  6. Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah dengan materai 6.000
  7. N6 dari kelurahan (bagi janda/ duda cerai mati)
  8. Akte Cerai dari Pengadilan Agama (bagi janda/ duda cerai hidup)

Persyaratan Khusus
  1. Surat Dispensasi Nikah dari Kecamatan Setempat bagi Calon Pengantin yang mendaftarkan diri kurang dari 10 hari kerja dari tanggal pernikahannya
  2. Surat izin Komandan bagi anggota ABRI
  3. Izin Pengadilan bagi calon Pengantin di bawah umur
  4. Izin poligami dari Pengadilan bagi yang beristri lebih dari seorang
  5. Surat Rekomendasi Nikah bagi calon pengantin wanita dari luar daerah
  6. Surat Keterangan Model K1 bagi WNI keturunan asing

Persyaratan Nikah Campuran
  1. Akte Kelahiran/ Kenal lahir
  2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari Kepolisian
  3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan
  4. Tanda lunas pajak bangsa asing
  5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari imigrasi
  6. Pasport
  7. Surat Keterangan dari Kedutaan/ Perwakilan Diplomatik yang bersangkutan

Rujuk

Rujuk adalah kembalinya pasangan ke dalam status status suami istri yang sah setelah terjadinya thalaq. Ketika pasangan suami istri melakukan thalaq yang dijatuhkan oleh suami, maka otomatis hubungan suami istri antara keduanya menjadi putus. Karena telah terjadi thalaq satu. Namun tidak secara total. Karena syariat memberikan suatu masa tertentu untuk rujuk atau kembali.
Ini adalah bentuk hikmah syar‘iyah dimana pasangan itu masih diberi kesempatan untuk berpikir ulang dalam suasana yang lebih tenang. Masa itu adalah masa ‘iddah yang lamanya adalah tiga kali suci dari haidh buat si istri menurut pendapat yang rajih dari jumhur ulama.
Jika dalam masa iddah itu suami berubah pikiran dan ingin kembali lagi kepada istrinya (rujuk), maka cukup dilakukan dengan perbuatan saja seperti hubungan suami istri, tanpa disyaratkan dengan lafaz tertentu. Juga tidak dibutuhkan saksi-saksi dari pihak lain. Karena masalah ini adalah masalah internal keluarga itu.
Selama masa ‘iddah, seorang wanita masih menjadi hak suaminya. Dia tidak boleh menerima lamaran orang lain apalagi menikah dengan laki-laki lain. Namun bila rujuk baru dilakukan setelah masa iddah terlewati (tiga kali masa suci dari haidh), hubungan suami istri telah putus total. Untuk bisa rujuk dibutuhkan pernikahan baru lagi dengan mas kawin yang baru, juga harus ada wali dan dua orang saksi yang menyaksikan pernikahan itu. Hanya dengan pernikahan baru lagi itulah hubungan suami istri bisa dilaksanakan kembali.
Di masa berikutnya, bila terjadi lagi masalah antara keduanya dan suaminya menjatuhkan thalaq, berarti sekarang sudah thalaq dua. Kasusnya masih sama persis dengan thalak satu dimana selama masa ‘iddah masih berlaku, suami masih berhak untuk rujuk (kembali) pada istrinya tanpa harus dengan ikrar atau syarat tertentu. Cukup dengan perbuatan yang mencerminkan hubungan suami istri (jima‘) maka rujuk mereka sudah resmi. Dan bila setelah melewati masa iddah, harus dengan nikah baru lagi.
Dan ini adalah batas terakhir untuk kasus rujuk seperti ini. Karena bila thalaq itu terjadi lagi untuk yang ketiga kalinya, maka hubungan suami istri itu benar-benar telah putus total dan tidak ada kesempatan untuk rujuk. Juga tidak ada masa iddah. Sekali jatuhkan thalaq untuk yang ketiga, maka saat itu pula putus hubungan suami istri.

Masih Mungkinkah Untuk Rujuk?

Rujuk dari thalaq tiga hanya boleh dilakukan bila ada Muhallil. Yaitu si istri yang telah dithalaq itu telah menikah dengan laki-laki lain dengan nikah yang syar‘i dan serius, bukan sekedar membuat alasan yang membolehkan. Dan bila pada waktu tertentu atas taqdir Allah- mereka bercerai, maka barulah suami yang pertama tadi boleh menikahinya dengan syarat bahwa iddah wanita itu atas thalaq dari suami kedua telah berakhir.

Manasik Haji KUA Kec. Gayungan Surabaya Th.2009

Makna Haji

Kata "haji" berasal dari "hajja-yahijju-hijjun" (kata benda) dan "hajja-yahujju-hajju" (kata sifat). Namun kata ini juga bisa berbentuk "hajja-yahujju-hujjatun", yang memiliki makna lain. Hajja yang menghasilkan kata "hijjun" maupun "hajjun" inilah yang diartikan sebagai ibadah haji, atau perjalanan yang disengaja. Sedangkan hajja yang menghasilkan "hujjatun" bermakna "alasan, tanda atau alamat".
Secara syar'i, haji berarti "melakukan perjalanan dengan disengaja ke tempat-tempat suci dengan amalan-amalan tertentu dengan niat beribadah kepada Allah SWT". Sedangkan definisi lain, sesuai makna kedua dari haji, adalah "melaksanakan rukun Islam yang kelima sebagai alamat penyempurnaan keislaman seorang Muslim".

Hukum dan Kedudukan Haji

Sepakat para ulama dan seluruh ummat bahwa haji merupakan "kewajiban dan fardhu 'ain" atas semua Muslim, pria maupun wanita, yang telah memenuhi persyaratannya, sekali dalam seumur hidup. Sedangkan kedudukan haji dalam Islam adalah Rukun Islam yang kelima.

Syarat-Syarat Kewajiban Haji

  1. Islam;
  2. Berakal;
  3. Baligh;
  4. Merdeka;
  5. Mampu (istitha'ah);
  6. Muhrim (bagi wanita, menurut Imam Ahmad).

Macam-Macam Pelaksanaan Haji

  1. Ifrad: Yaitu melakukan niat haji semata (tanpa umrah). Tanpa DAM;
  2. Qiran: Melakukan niat haji dan Umrah sekaligus. Dam diharuskan;
  3. Tamattu': Berniat umrah pada bulan-bulan haji, lalu pada tgl 8 Dzulhijjah melakukan niat haji. DAM diharuskan, atau berpuasa 3 hari di tanah suci dan 4 hari jika telah kembali ke negara asal.

Rukun-Rukun Haji (jika ditinggalkan, haji menjadi batal)

  1. Ihram;
  2. Wukuf di Arafah;
  3. Thawaf Ifadhah;
  4. Sa'i;
  5. Tahallul;
  6. Berurut (menurut Imam Syafi'i).

Wajib-wajib Haji (jika ditinggalkan, wajib membayar DAM)

  1. Berihram dari Miqat;
  2. Mengucapkan Talbiyah (minimal sekali);
  3. Memakai pakaian khusus (pria: 2 potong kain tak berjahit. Wanita pakaian Muslimah);
  4. Berada di Arafah hingga terbenam matahari;
  5. Mabit di Muzdalifah (minimal lewat ½ malam);
  6. Melempar Jumrah (hari pertama hanya Aqabah. Disusul 2-3 hari melempar seluruh Jumrah)
  7. Mabit di Mina (2-3 malam);
  8. Tawaf Wada'.

Manasik Haji

KUA Kec. Gayungan Kota Surabaya memiliki Tugas Pokok dan Fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya di bidang urusan haji yaitu membantu para jamaah haji dengan melaksanakan bimbingan manasik haji.

Rukun Nikah

Rukun Nikah yang Wajib dipenuhi, dan kalau ada yang tidak terpenuhi menjadi Batal / Tidak Syah Nikahnya, yaitu :

  1. Wajib ada Mempelai Laki-laki
  2. Wajib ada Mempelai Perempuan
  3. Wajib ada Wali
  4. Wajib ada 2 (Dua) orang saksi yang adil /beragama Islam (laki-laki)
  5. Wajib ada Ijab dan Qabul

Wali Aqrab (dekat) boleh pindah ke Wali Ab'ad (jauh) bila :
  1. Tidak Beagama Islam
  2. Fasiq (sering berbuat dosa/maksiat)
  3. Belum Baligh (kanak-kanak)
  4. Tidak berakal (gangguan jiwa)
  5. Rusak Pikiran (linglung,pikun)
  6. Bisu, Tuli
Wali Nasab boleh pindah ke Wali Hakim bila :
  1. Sudah tidak ada garis wali nasab
  2. Walinya mafqud (hilang)
  3. Wali tersebut mau menikahi perempuan itu (mempelai perempuan) dan tidak ada wali yang sederajat
  4. Walinya ba'id atau jauh (sejauh perjalanan boleh mengqashor sholat +/ 92,5 km)
  5. Walinya sedang sakit pitam/ayan
  6. Walinya tidak dapat dihubungi
  7. Hak KeWaliannya dicabut oleh negara
  8. Walinya sedang Haji/Umroh
  9. Walinya Tawaro (bersembunyi)
  10. Walinya Udzur
  11. Walinya Adhol/mogok (berdasarkan Keputusan Pengadilan Agama)

Rabu, 03 Maret 2010

Menikah tanpa Penguhulu

Assalamu’alaikum  Wr. Wb.

Yth Pak Penghulu KUA Kec. Gayungan Surabaya di tempat.
Saya mau tanya tentang menikahkan anak tanpa disaksikan oleh penghulu. Yang akan menikahkan adalah orang tua sendiri, kemudian tidak ada surat nikah, akan tetapi dibuatkan surat di atas segel. Yang ingin saya tanyakan :
1. Apakah nikah seperti tersebut di atas sah secara agama Islam?
2.Bila tidak dicatat pada KUA, boleh atau tidak?
3.Apabila nanti perlu surat nikah apakah perlu dinikahkan lagi atau hanya minta surat Nikah saja?
Demikian pertanyaan saya Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Untuk sahnya sebuah pernikahan, yang paling pokok dan sangat menentukan adalah adanya ijab kabul antara ayah kandung pengantin wanita sebagai wali dengan calon menantu laki-lakinya. Di mana intinya adalah bahwa wali menikahkan anaknya dengan suaminya dengan maskawin yang disebutkan. Lalu suami menyetujuinya.
Misalnya, ayah kadung/ wali berkata, “Saya nikahkan kamu dengan anak saya yang bernama Fatimah dengan maskawin cincin ini.” Lalu calon suami menjawab, “Saya terima.” Maka cukuplah, ijab kabul itu sah dan resmi di mata Allah, rasul-Nya dan syariat Islam. Asalkan peritiwa itu disaksikan oleh dua orang laki-laki muslim yang sudah baligh..
Meski pun ijab kabul itu hanya dihadiri oleh 4 orang itu saja, ijab kabul itu sudah benar dan sah dilihat dari hukum fiqih. Kehadiran istri bahkan tidak menjadi syarat sahnya pernikahan, termasuk juga kehadiran ibu dari istri, atau kedua orang tua suami. Apalagi kehadiran petugas pencatat nikah.
Petugas pencatat nikah bukan orang yang bertugas untuk menikahkan, tetapi tugasnya sesuai dengan nama jabatannya, dia hanya bertugas mencatat bila ada peristiwa pernikahan. Bahkan kalau petugas pencatat nikah itu nekad menikahkan seorang wanita, padahal ayah kandungnya sebagai wali tidak tahu menahu, maka pernikahan itu haram dan tidak sah.
Namun untuk tertib administrasi dan keteraturan dokumen, sebaiknya pernikahan itu memiliki dokumen yang sah dan diakui oleh negara. Sebab akan ada banyak hal-hal yang terkait dengan masalah dokumen yang sangat dibutuhkan oleh pasangan itu nantinya, terutama dalam pembuatan akte kelahiran anak, surat bukti menikah dan lainnya.
Maka walau pun secara hukum Islam di mata Allah sudah sah pasangan ini sebagai suami istri, namun masih ada urusan dengan manusia yang perlu diselesaikan. Kami mengibaratkan masalah ini sama dengan bila anda membeli mobil baru dari showroom. Bila anda sudah bayar kontan, maka sah mobil itu milik anda dan boleh anda bawa pulang saat itu juga lalu disimpan di garasi rumah. Tapi sayangnya status dokumen mobil itu masih off the road.
Anda akan mendapatkan persoalan tersendiri bila mobil itu anda kendarai di jalan raya. Pak polisi dengan sigap akan minta anda menepi karena mobil anda ternyata tidak dilengkapi dengan STNK, plat nomor atau bahkan anda sendiri mungkin belum punya SIM. Meski anda boleh saja protes kepada pak polisi bahwa mobil itu milik anda sambil anda menunjukkan kuitansi pembelian mobil dan bilang apa hak polisi menyetop mobil anda? Tetapi pak polisi akan menjawab bahwa mobil itu memang milik anda. Hanya saja tidak boleh jalan di jalan raya, karena tidak dilengkapi dengan surat-surat.
Bisa saja di sebuah negeri Islam diberlakukan polisi hisbah yang akan merazia semua pasangan. Bila mereka tidak punya dokumen sebagai suami istri, tentu akan mengalami masalah.
Jadi fungsi petugas pencatat nikah memang tidak ada kaitannya dengan urusan sah tidaknya ijab kabul. Namun fungsinya terletak pada tertib dokumen dan surat menyurat. Karena itu peranannya tetap penting.
Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Musabaqoh Tilawatil Qur'an (MTQ) Gayungan 2010


Dalam rangka menumbuhkembangkan semangat masyarakat untuk mempelajari seni baca Al-Qur’an serta melakukan kaderisasi (pembibitan) Qori’ / Qori’ah, pada hari Minggu, 17 Januari 2010 lalu diadakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) wilayah Kec. Gayungan Kota Surabaya bertempat di Masjid Zakaria Jl. Dukuh Menanggal 22 Surabaya. Dengan Hakim Dewan Juri  untuk  TAJWID yaitu KH.Drs. Misbachul Munir dari Sidoarjo, untuk IRAMA yaitu KH. Imam Sholeh Sali, dari Sidoarjo sedangkan untuk ADAB yaitu KH. Drs. Imam Mulyono dari Surabaya. Untuk Acara MTQ ini dibagi kedalam beberapa cabang, diantaranya: cabang Tilawah untuk golongan  Anak-anak (putra dan putri), cabang Tartil untuk golongan Anak-anak (putra dan putri). Acara ini dihadiri oleh Camat yang diwakili oleh Kasi Kesra  beserta jajarannya.  Jumlah peserta yang mengikuti MTQ ini sebanyak 65 Anak terdiri dari utusan Kelurahan se-Kecamatan Gayungan Kota Surabaya. Peserta terbaik I untuk cabang lomba Qori'ah yaitu Habibah (Kel. Dukuh Menanggal) dengan nilai 273, terbaik II yaitu Muhammad Nizam (Kel. Menanggal) dengan nilai 258, dan terbaik III yaitu Uswatun Khasanah (Kel. Dukuh Menanggal) dengan nilai 253. Sedangkan peserta terbaik I untuk cabang lomba Tartil yaitu Mar'atul Fitriyah (Kel. Dukuh Menanggal) dengan nilai 266, terbaik II yaitu Annisa Fitri W (Kel. Gayungan) dengan nilai 263, dan terbaik III yaitu Hariati (Kel. Dukuh Menanggal) dengan nilai 260. Dalam seleksi MTQ ini tidak disebut juara, tetapi akan langsung diutus sebagai peserta MTQ tingkat Kota Surabaya yang akan dilaksanakan tahun 2010 juga.

Sabtu, 27 Februari 2010

Standar Pelayanan Nikah dan Rujuk di KUA Kec. Gayungan Kota Surabaya Berdasarkan PMA 11 TH 2007

1. PEGAWAI  PENCATAT   NIKAH   DIJABAT   OLEH   KEPALA   KUA,  YANG  MELAKUKAN 
    PEMERIKSAAN PERSYARATAN, PENGAWASAN DAN PENCATATAN PERISTIWA NIKAH  
    DAN   RUJUK,  PENDAFTARAN   CERAI   TALAK,  CERAI   GUGAT   SERTA  MELAKUKAN 
    BIMBINGAN PERKAWINAN;
2. PEMBERITAHUAN    KEHENDAK  NIKAH   DILAKUKAN   SECARA    TERTULIS   DENGAN 
    MENGISI     FORMULIR    PEMBERITAHUAN  ( N7 )    DAN   DILENGKAPI   PERSYARATAN 
    SEBAGAI  BERIKUT :
    - SURAT KETERANGAN UNTUK MENIKAH DARI KEPALA DESA/LURAH (N1);
    - FOTO COPY AKTA KELAHIRAN / SURAT  KENAL LAHIR, FOTO  COPY KTP DAN FOTO
      COPY KARTU KELUARGA;
   - MENGISI SURAT KETERANGAN ASAL-USUL CALON MEMPELAI DARI KEPALA
  DESA/LURAH (N2);
  - SURAT PERSETUJUAN KEDUA CALON MEMPELAI (N3);
  - SURAT KETERANGAN TENTANG ORANG TUA (IBU DAN AYAH) DARI KEPALA
  DESA/LURAH/PEJABAT SETINGKAT (N4);
   - IZIN  TERTULIS ORANG  TUA  ATAU  WALI  BAGI  CALON  MEMPELAI  ( PRIA/WANITA ) 
    YANG   BELUM  MENCAPAI  USIA 21 TAHUN, SERTA  IZIN  DARI  PENGADILAN  AGAMA 
    JIKA IZIN DARI KEDUA ORANG TUA ATAU WALINYA TIDAK ADA(N5);
  - DISPENSASI    DARI    PENGADILAN    AGAMA    BAGI   CALON    SUAMI   YANG  BELUM
     MENCAPAI UMUR 19 TAHUN DAN BAGI CALON ISTRI YANG BELUM MENCAPAI UMUR
    16 TAHUN;
  - SURAT IZIN DARI ATASANNYA/KESATUAANNYA JIKA CALON MEMPELAI ANGGOTA
     TNI/POLRI;
  - PUTUSAN PENGADILAN BERUPA IZIN BAGI SUAMI YANG HENDAK BERISTRI LEBIH
     DARI SEORANG;
  - AKTA CERAI  DARI  PENGADILAN  AGAMA  BAGI  PASANGAN  CALON  SUAMI / ISTRI
    YANG  BERSTATUS DUDA/JANDA (CERAI TALAK/CERAI GUGAT);
  - KUTIPAN BUKU PENDAFTARAN TALAK / BUKU  PENDAFTARAN  CERAI BAGI MEREKA
    YANG    PERCERAIANNYA    TERJADI    SEBELUM    BERLAKUNYA    UNDANG-UNDANG
    NOMOR  7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA;
  - AKTA KEMATIAN ATAU SURAT KETERANGAN KEMATIAN CALON SUAMI/ISTRI YANG
    DIBUAT  OLEH  KEPALA DESA / LURAH ATAU PEJABAT SETINGKAT BAGI JANDA/DUDA
    YANG DITINGGAL MATI (N6);
  - IZIN  UNTUK  MENIKAH   DARI  KEDUTAAN / KANTOR   PERWAKILAN   NEGARA  BAGI
    WARGA   NEGARA    ASING    DAN    HARUS    DITERJEMAHKAN   KE   DALAM  BAHASA
    INDONESIA OLEH PENERJEMAH RESMI;
3. PELAKSANAAN  AKAD  NIKAH  DILAKUKAN   DALAM   TENGGANG   WAKTU  10  HARI
    KERJA  SETELAH   PENDAFTARAN,  JIKA   DILAKUKAN   SEBELUM   MASA  TENGGANG
    WAKTU  TERSEBUT,  MAKA   HARUS   DILAMPIRI   SURAT   DISPENSASI   DARI  CAMAT
    SETEMPAT;
4. AKAD  NIKAH   DILAKSANAKAN  DI KANTOR  URUSAN  AGAMA  (KUA)  KECAMATAN
    SETEMPAT SETIAP HARI  KERJA  DARI  HARI  SENIN  S/D  JUM’AT PUKUL 07.30 S/D 15.30
    WIB;
5. AKAD  NIKAH  DAPAT  DILAKSANAKAN  DI  LUAR  KANTOR  URUSAN  AGAMA    ATAS
    PERMINTAAN  CALON  PENGANTIN  ATAU  WALI  SETELAH MENDAPAT PERSETUJUAN
    DARI PPN/KEPALA KUA KECAMATAN SETEMPAT
6. BIAYA  PENCATATAN   NIKAH   SEBESAR   Rp.  30.000,-  ( TIGA  PULUH  RIBU  RUPIAH  );
    BERDASARKAN    PERATURAN    PEMERINTAH    NOMOR   51   TAHUN   2000,   DISETOR
    LANGSUNG  OLEH  CALON MEMPELAI KE KAS NEGARA MELALUI BANK/KANTOR POS
    PENERIMA SETORAN PNBP;
7. MEMBEBASKAN   BIAYA   PENCATATAN  NIKAH / RUJUK   BAGI    PASANGAN   CALON
    PENGANTIN  YANG  TIDAK  MAMPU  DENGAN  MENUNJUKKAN  SURAT KETERANGAN
    MISKIN YANG DITANDATANGANI KEPALA DESA/LURAH YANG DIKETAHUI CAMAT;
8. BAGI CALON MEMPELAI ISTRI YANG AKAN MELANGSUNGKAN AKAD NIKAH DI LUAR
    WILAYAH  TEMPAT  TINGGALNYA, MAKA  HARUS   DILAMPIRI  SURAT  REKOMENDASI
    DARI KEPALA KUA KECAMATAN SETEMPAT;
9. SETELAH AKAD NIKAH,  BUKU  KUTIPAN  AKTA  NIKAH  (NA)  LANGSUNG DIBERIKAN
    KEPADA YANG BERSANGKUTAN.

Mengurus Pernikahan di KUA Kec. Gayungan Kota Surabaya

Mengurus Pernikahan di Kantor Urusan Agama
USIA BERAPA SEBAIKNYA ANDA MENIKAH?
Untuk calon suami : 25 Tahun
Untuk calon istri : 21 Tahun
APAKAH DI BAWAH UMUR SEBAGAIMANA TERSEBUT DI ATAS SEORANG CALON SUAMI/ ISTRI BELUM BOLEH MENIKAH?
Di bawah umur tersebut di atas tetap bisa menikah jika:
Mendapat ijin orang tua/wali sebelum usia 21 tahun. (UU No. 1 tahun 1974 pasal 6 ayat: 2)
Mendapat ijin/dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum berusia 19 tahun dan di bawah usia 16 tahun bagi calon istri. ((UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat: 2)
APABILA UMUR / USIA SUDAH CUKUP, PERSYARATAN ADMINISTRASI APA SAJA YANG HARUS DILENGKAPI?
1. Meminta surat keterangan dari kelurahan masing-masing:
    - Keterangan Untuk Nikah (Model N1)
    - Keterangan Asal-Usul (Model N2)
    - Keterangan Orang Tua (Model N4)
2. Menyerahkan pas foto ukuran 2×3, 3 lembar.
3. Photo copy KTP dan Kartu Keluarga (KK)
APABILA CALON PENGANTIN SUDAH PERNAH MENIKAH DAN SUDAH CERAI ATAU DITINGGAL MATI OLEH SUAMI/ISTRI, PERSYARATAN APAKAH YANG HARUS DILENGKAPI?
Duda/janda boleh menikah kembali dengan memenuhi persyaratan di atas, bagi Duda/janda Cerai harus dilengkapi dengan Akta Cerai dan Penetapan/ Putusan dari Pengadilan Agama dan bagi Duda/janda Mati harus dilengkapi Surat Keterangan Mati (Model N6) dari Kelurahan dan harus sudah lepas masa iddah.
KALAU CALON PENGANTIN ADALAH ANGGOTA TNI/POLRI, MASIH ADAKAH PERSYARATAN LAIN?
Bagi anggota TNI/POLRI, selain memenuhi persyaratan administrasi di atas juga harus dilengkapi dengan Surat Ijin kawin (SIK) dari Kesatuan.
BAGAIMANA JIKA AKAN MELAKSANAKAN PERNIKAHAN DENGAN ORANG ASING (WNA)?
Syarat-syaratnya adalah:
1. Calon suami/Istri yang WNI terlebih dahulu melengkapi surat-surat yang tersebut dalam persyaratan  
    administrasi.
2. Calon suami/istri yang WNA bervisa Turis atau untuk keperluan menikah saja harus melengkapi
     - Photo copy buku passport.
     - Surat Tanda Melapor Diri dari Polres/Polda.
     - Akta Kelahiran
     - Surat Keterangan/Ijin dari Kedutaan atau Perwakilan Diplomatik.
3. Calon suami/istri yang WNA bervisa kerja atau  sebagai  Tenaga Kerja Asing, selain syarat di atas harus    
    melengkapi:
   - Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara.
   - Keterangan Ijin Masuk Sementara dari Imigrasi.
   - Surat Model K.II dari Kependudukan.
   - Tanda Lunas Pajak Asing.
  - Semua surat/dokumen yang tertulis dalam bahasa asing harus terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam 
     Bahasa Indonesia oleh Penterjemah Resmi (memiliki cap dan disumpah).
APAKAH SEORANG LAKI-LAKI YANG TELAH BERISTRI BOLEH MENIKAH LAGI (POLIGAMI)?
Bagi seorang laki-laki yang telah beristri boleh berpoligami setelah mendapatkan ijin poligami dari Pengadilan Agama.
(UU No. 1 tahun 1974 pasal 4 ayat: 1)
SETELAH PERSYARATAN TERSEBUT DIPENUHI, KE MANA HARUS MENDAFTAR?
Calon Pengantin/Wali Nikah membawa surat-surat tersebut ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Gayungan Kota Surabaya, Jl.Cipta Menanggal III-A No.1 Surabaya, Telp. (031) 8295158 (sesuai domisili pengantin wanita, atau di wilayah kecamatan di mana akad nikah dilaksanakan)
KAPAN PERSYARATAN TERSEBUT HARUS DISERAHKAN?
Persyaratan tersebut harus diserahkan 10 hari kerja sebelum akad nikah dilaksanakan untuk diteliti oleh penghulu. Calon pengantin dan wali nikah akan diperiksa dan menandatangani Persetujuan Nikah (Model N3) serta Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).
APAKAH DALAM KEADAAN MEMAKSA, KURANG DARI 10 HARI KERJA TERSEBUT NIKAH TIDAK BOLEH DILAKSANAKAN?
Boleh dilaksanakan apabila telah mendapatkan Surat Dispensasi dari Camat Gayungan Kota Surabaya. (kecamatan sesuai domisili pengantin wanita atau di wilayah di mana akad nikah dilaksanakan)
(PP No. 9 tahun 1975 Pasal 3 ayat: 2)
UNTUK APA SELANG 10 HARI KERJA, DAN DI MANA AKAD NIKAH DILAKSANAKAN?
Selama selang 10 hari kerja akan digunakan untuk pengumuman kehendak nikah, pembinaan calon pengantin, dan melengkapi kekurangan-kekurangan. Adapun waktu dan tempat akad nikah ditentukan oleh kedua calon pengantin beserta keluarga dengan konfirmasi/persetujuan dari Penghulu.
JIKA ADA HAL YANG PERLU PENJELASAN LEBIH LANJUT, KE MANA HARUS BERTANYA?
Apabila ada hal-hal yang belum jelas silahkan untuk menghubungi Kantor Urusan Agama Kecamatan Gayungan Kota Surabaya Jl. Cipta Menanggal III-A No.1 Surabaya atau melalui telepon di (031) 8295158. ( atau di KUA Kecamatan dimana anda tinggal)

Sepuluh Wasiat untuk Para Istri

Istri memegang peranan yang sangat penting dalam istana keluarganya. Maka ia dituntut untuk memahami peranan tersebut lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan berkeluarga. Berikut ada beberapa wasiat untuk mereka yang berhasrat menjadi istri yang mendambakan keluarga bahagia. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Istri memegang peranan yang sangat penting dalam istana keluarganya. Maka ia dituntut untuk memahami peranan tersebut lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan berkeluarga. Berikut ada beberapa wasiat untuk mereka yang berhasrat menjadi istri yang mendambakan keluarga bahagia. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.
1.Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah. Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncang kerajaan. Oleh karena itu jangan engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah.
Wahai hamba Allah……..jagalah Allah maka Dia akan menjagamu beserta keluarga dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan menceraiberaikan keutuhannya.
Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata:”Aku mohon ampun kepada Allah….itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)….”Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
-Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar.
-Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya dan sum’ah.
-Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang briman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang menolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan”(QS. Al Hujurat: 11).
-Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Rasulullah bersabda:”Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya”(HR. Muslim).
-Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pambantu dan pendidik-pendidik yang kafir.
-Meniru wanita-wanita kafir. Rasulullah bersabda:”Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka”(HR. Imam Ahmad dan Abu Daud serta dishahihkan Al-Albany).
-Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.
-Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah).
-Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan yang mendesak.
2.Berupaya mengenal dan memahami suami
Hendaknya engkau berupaya memahami suamimu. Apa –apa yang ia sukai, berusahalah memenuhinya dan apa-apa yang ia benci, berupayalah untuk menjauhinya dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khalik (Allah ‘Azza Wajalla).
3. Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik.
Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah bersabda:”Seandainya aku boleh memerintahkanku seseorang sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya”(HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albany).
Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Rasulullah bersabda:”Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali”(HR. Thabrani dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albany).
Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu. Dengan ketaatanmu pada suami dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjdai sebaik-baik wanita (dengan izin Allah).
4.Bersikap qanaah (merasa cukup)
Kami meninginkan wanita muslimah ridha dengan apa yang diberikan untuknya baik itu sedikit ataupun banyak.
Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Renungkanlah wahai saudariku muslimah, adabnya wanita salaf radhiallahu ‘anhunna…Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat kepadanya. Apakah itu??? Ia berkata pada suaminya:”Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa bersabar dari api neraka…”
5. Baik dalam mengatur urusan rumah tangga, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya.
Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.
6.Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya.
Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.
7.Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu, maka sertailah ia dalam duka cita dan kesedihannya. Renungkanlah wahai saudariku kedudukan Ummul Mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha, dalam hati Rasulullah walaupun ia telah meninggal dunia.. Kecintaan beliau kepada Khadijah tetap bersemi sepanjang hidup beliau, kenangan bersama Khadijah tidak terkikis oleh panjangnya masa. Bahkan terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyur sehingga menjadikan Rasulullah merasakan ketenangan setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali pertama:” Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menaggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran”.(HR. Mutafaq alaihi, Bukhary dan Muslim).
8.Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaannya.
Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat kau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu di hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hak-hakmu dengan membandingkan lautan keutamaan dan kebaikannya kepadamu.
9.Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya. Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapapun, maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi. Saudariku, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’I seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti atau orang yang engkau harapkan nasehatnya.
10.Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan.
Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya. Padahal Rasulullah telah melarang hal itu dalam sabdanya:”Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya”(HR. Bukhary dalam An-Nikah).
“Untuk para istri yang berhasrat menjadi penyejuk hati dan mata suaminya. Semoga Allah memeliharamu dalam naungan kasih sayang dan rahmatNya. Amin.”

Menikahi Wanita Hamil

Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah, terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yang berlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamili wanita, dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nah apakah pernikahan yang mereka lakukan itu sah dan apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah ? Mari kita simak pembahasannya !!
Status Nikahnya :
Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat :*1
Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatan zinanya.*2 Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Artinya “Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”3
Syaikh Al-Utsaimin berkata, “Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina, dengan arti, bahwa seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali) menikahkannya kepada putri-nya.4
Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakan dan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinah-an.5 Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak.6 Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya, maka dia dihukumi sebagai orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” 7
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan orang-orang yang membuat syari’at bagi hamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubat adalah orang musyrik.*8
Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikut terpenuhi.*9
Ke dua : Dia harus beristibra’ (menunggu kosongnya rahim) dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila ternyata hamil, maka sampai melahir-kan kandungannya.*10
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda : Artinya, “Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra’ dengan satu kali haid.*11
Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.
Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya, “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.*12
Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , “Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubat dan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandungannya, karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.” 13
Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, “Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu beristibra’ dengan satu kali haidl sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkan kandungannya, berdasar-kan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.”*14
Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.
Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.
Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.*15 Jadi anak itu tidak berbapak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).” 16
Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.17
Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam : Artinya “Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” 18
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta’ala.19
Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam. 20
Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :
* Anak itu tidak berbapak.
* Anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-laki itu.
* Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, Artinya “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”21
Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra’ dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?
Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa ‘iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa ‘iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ‘iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.22
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).23
Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya.
Endnote :
(1)Minhajul Muslim. (2)Taisiril Fiqhi Lijami’il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584, Fatawa Islamiyyah 3/247, Al Fatawa Al Jami’ah Lil Mar’ah Al Muslimah 2/5584. (3)An Nur : 3. (4)Fatawa Islamiyyah 3/246. (5)Ibid. (6)Ibid 33/245. (7)Asy Syruraa : 21. (8)Syiakh Al Utsaimin di dalam Fatawa Islamiyyah 3/246. (9)Ibid 3/247. (10)Taisiril Fiqhi Lijami’il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/583, Majmu Al Fatawa 32/110. (11)Lihat Mukhtashar Ma’alimis Sunan 3/74, Kitab Nikah, Bab : Menggauli Tawanan (yang dijadikan budak), Al Mundziriy berkata : Di Dalam isnadnya ada Syuraik Al Qadliy, dan Al Arnauth menukil dari Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish : Bahwa isnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al Hakim sesuai syarat Muslim. Dan hadits ini banyak jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannya menjadi kuat dan shahih.( Lihat Taisir Fiqhi catatan kakinya 2/851.) (12)Abu Dawud, lihat, Artinya: ‘alimus Sunan 3/75-76. (13)Fatawa Wa Rasail Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128. (14)Majallah Al Buhuts Al Islamiyyah 9/72. (15)Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44. dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828. (16)Al-Bukhari dan Muslim. (17)Taud-lihul Ahkam 5/103. (18)Al Bukhari dan Muslim. (19)Al Mabsuth 17/154. (20)At Tamhid 6/183 dari At Taisir. (21)Hadits hasan Riwayat Asy Syafi’iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.(22)Al-Mughniy 6/455. (23)Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104.