Pernikahan
Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundangan yang berlaku. Pernikahan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, kelak dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam kehidupan keluarga. Sedangkan hidup bersama sebagai suami-istri di luar pernikahan adalah perzinaan. Dan perzinaan adalah perbuatan terkutuk dan termasuk dosa besar.
Dasar dan Tujuan
Dasar dan Tujuan pernikahan menurut ajaran Islam adalah:
- Melaksanakan Sunnatullah sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti baik. termasuk hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan." (Q.S. An-Nuur : 32)
- Melaksanakan Sunnah Rasul sebagaimana tersebut dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, "Pernikahan adalah sunnahku, barangsiapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia termasuk umatku". (H.R. Bukhari dan Muslim)
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan tercantum dalam pasal 1 dan pasal 2:
- Dalam pasal 1 dijelaskan sebagai berikut: "Perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
- Selanjutnya dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa:
- Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Persyaratan Administrasi Pernikahan
Calon pengantin harus melengkapi administrasi sebagai berikut:
Persyaratan Umum - Photocopy KTP masing- masing calon suami & istri
- Photocopy KK masing- masing calon suami & istri
- Pas Photo 2x3 berwarna masing-masing 3 lembar
- N1, N2 dan N4 dari Kelurahan (sebelumnya minta surat pengantar dari Rt dan Rw setempat)
- Surat izin orang tua (N5)
- Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah dengan materai 6.000
- N6 dari kelurahan (bagi janda/ duda cerai mati)
- Akte Cerai dari Pengadilan Agama (bagi janda/ duda cerai hidup)
Persyaratan Khusus
- Surat Dispensasi Nikah dari Kecamatan Setempat bagi Calon Pengantin yang mendaftarkan diri kurang dari 10 hari kerja dari tanggal pernikahannya
- Surat izin Komandan bagi anggota ABRI
- Izin Pengadilan bagi calon Pengantin di bawah umur
- Izin poligami dari Pengadilan bagi yang beristri lebih dari seorang
- Surat Rekomendasi Nikah bagi calon pengantin wanita dari luar daerah
- Surat Keterangan Model K1 bagi WNI keturunan asing
Persyaratan Nikah Campuran
- Akte Kelahiran/ Kenal lahir
- Surat tanda melapor diri (STMD) dari Kepolisian
- Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan
- Tanda lunas pajak bangsa asing
- Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari imigrasi
- Pasport
- Surat Keterangan dari Kedutaan/ Perwakilan Diplomatik yang bersangkutan
Rujuk
Rujuk adalah kembalinya pasangan ke dalam status status suami istri yang sah setelah terjadinya thalaq. Ketika pasangan suami istri melakukan thalaq yang dijatuhkan oleh suami, maka otomatis hubungan suami istri antara keduanya menjadi putus. Karena telah terjadi thalaq satu. Namun tidak secara total. Karena syariat memberikan suatu masa tertentu untuk rujuk atau kembali.
Ini adalah bentuk hikmah syar‘iyah dimana pasangan itu masih diberi kesempatan untuk berpikir ulang dalam suasana yang lebih tenang. Masa itu adalah masa ‘iddah yang lamanya adalah tiga kali suci dari haidh buat si istri menurut pendapat yang rajih dari jumhur ulama.
Jika dalam masa iddah itu suami berubah pikiran dan ingin kembali lagi kepada istrinya (rujuk), maka cukup dilakukan dengan perbuatan saja seperti hubungan suami istri, tanpa disyaratkan dengan lafaz tertentu. Juga tidak dibutuhkan saksi-saksi dari pihak lain. Karena masalah ini adalah masalah internal keluarga itu.
Selama masa ‘iddah, seorang wanita masih menjadi hak suaminya. Dia tidak boleh menerima lamaran orang lain apalagi menikah dengan laki-laki lain. Namun bila rujuk baru dilakukan setelah masa iddah terlewati (tiga kali masa suci dari haidh), hubungan suami istri telah putus total. Untuk bisa rujuk dibutuhkan pernikahan baru lagi dengan mas kawin yang baru, juga harus ada wali dan dua orang saksi yang menyaksikan pernikahan itu. Hanya dengan pernikahan baru lagi itulah hubungan suami istri bisa dilaksanakan kembali.
Di masa berikutnya, bila terjadi lagi masalah antara keduanya dan suaminya menjatuhkan thalaq, berarti sekarang sudah thalaq dua. Kasusnya masih sama persis dengan thalak satu dimana selama masa ‘iddah masih berlaku, suami masih berhak untuk rujuk (kembali) pada istrinya tanpa harus dengan ikrar atau syarat tertentu. Cukup dengan perbuatan yang mencerminkan hubungan suami istri (jima‘) maka rujuk mereka sudah resmi. Dan bila setelah melewati masa iddah, harus dengan nikah baru lagi.
Dan ini adalah batas terakhir untuk kasus rujuk seperti ini. Karena bila thalaq itu terjadi lagi untuk yang ketiga kalinya, maka hubungan suami istri itu benar-benar telah putus total dan tidak ada kesempatan untuk rujuk. Juga tidak ada masa iddah. Sekali jatuhkan thalaq untuk yang ketiga, maka saat itu pula putus hubungan suami istri.
Ini adalah bentuk hikmah syar‘iyah dimana pasangan itu masih diberi kesempatan untuk berpikir ulang dalam suasana yang lebih tenang. Masa itu adalah masa ‘iddah yang lamanya adalah tiga kali suci dari haidh buat si istri menurut pendapat yang rajih dari jumhur ulama.
Jika dalam masa iddah itu suami berubah pikiran dan ingin kembali lagi kepada istrinya (rujuk), maka cukup dilakukan dengan perbuatan saja seperti hubungan suami istri, tanpa disyaratkan dengan lafaz tertentu. Juga tidak dibutuhkan saksi-saksi dari pihak lain. Karena masalah ini adalah masalah internal keluarga itu.
Selama masa ‘iddah, seorang wanita masih menjadi hak suaminya. Dia tidak boleh menerima lamaran orang lain apalagi menikah dengan laki-laki lain. Namun bila rujuk baru dilakukan setelah masa iddah terlewati (tiga kali masa suci dari haidh), hubungan suami istri telah putus total. Untuk bisa rujuk dibutuhkan pernikahan baru lagi dengan mas kawin yang baru, juga harus ada wali dan dua orang saksi yang menyaksikan pernikahan itu. Hanya dengan pernikahan baru lagi itulah hubungan suami istri bisa dilaksanakan kembali.
Di masa berikutnya, bila terjadi lagi masalah antara keduanya dan suaminya menjatuhkan thalaq, berarti sekarang sudah thalaq dua. Kasusnya masih sama persis dengan thalak satu dimana selama masa ‘iddah masih berlaku, suami masih berhak untuk rujuk (kembali) pada istrinya tanpa harus dengan ikrar atau syarat tertentu. Cukup dengan perbuatan yang mencerminkan hubungan suami istri (jima‘) maka rujuk mereka sudah resmi. Dan bila setelah melewati masa iddah, harus dengan nikah baru lagi.
Dan ini adalah batas terakhir untuk kasus rujuk seperti ini. Karena bila thalaq itu terjadi lagi untuk yang ketiga kalinya, maka hubungan suami istri itu benar-benar telah putus total dan tidak ada kesempatan untuk rujuk. Juga tidak ada masa iddah. Sekali jatuhkan thalaq untuk yang ketiga, maka saat itu pula putus hubungan suami istri.
Masih Mungkinkah Untuk Rujuk?
Rujuk dari thalaq tiga hanya boleh dilakukan bila ada Muhallil. Yaitu si istri yang telah dithalaq itu telah menikah dengan laki-laki lain dengan nikah yang syar‘i dan serius, bukan sekedar membuat alasan yang membolehkan. Dan bila pada waktu tertentu atas taqdir Allah- mereka bercerai, maka barulah suami yang pertama tadi boleh menikahinya dengan syarat bahwa iddah wanita itu atas thalaq dari suami kedua telah berakhir.
1 komentar:
Kepolone KUA juancoookkkk... ditarik 500 ewu aq karo seng jenenge Syaifuddin. pdhl jarene cuma 30 ewu
Posting Komentar